Jumat, 02 Mei 2014

HARAPAN KELABU



"HARAPAN KELABU"


story by : Al fathurridwan

Ini adalah kisah yang saya rangkum dari mirisnya keluarga miskin di sudut kota Jakarta; Seorang kakak beradik bernama Hanum dan adiknya Ivan sudah lebih dari 3 tahun menjadi seorang pemulung. Mereka memungut sampah sampah jalan yang berserakan bahkan sesekali masuk dalam selokan besar yang ada disana, bau yang tak sedap serta tubuh yang terasa gatal sudah menjadi teman karib mereka.
“mba, hari ini kita makan apa?” sering kali bahkan setiap jam Ivan menanyakan kepada kakaknya; makan apa mereka hari ini?, atau tak makan sama sekali dalam sehari?. Sang kakak selalu menasihati adiknya yang putus sekolah sejak kelas 2 SD, ia sendiri putus sekolah sejak kelas 3 SD
“kita kerja dulu sampai dapat uang, biar kita bisa beli roti sama gorengan”. Roti dan gorengan adalah ke2 makanan mereka setiap istirahat sehabis memulung, itupun bila mereka sudah mendapat penghasilan dari hasil pulungan. Mungkin jika tidak, mereka terpaksa mengemis. Rumah perpaduan antara kardus, asbes, dan kayu sudah bertahun tahun menjadi istana mewah yang paling nyaman bagi mereka. Alat alat perabotan juga seadanya; 3 buah gelas dan piring pelastik, itupun hasil penemuan mereka di suatu tempat  pembuangan sampah.
            Kebanyakan pengemis adalah sebatang kara, begitu pun mereka yang sudah lama di tinggal mati orang tuanya saat Ivan masih sangat bayi.
Hanum dan sang Paman-lah yang mengurus Ivan hingga sebesar itu, pamannya yang juga seorang tukang barang bekas hanya berpenghasilan 7 ribu rupiah perharinya, itu hanya untuk membeli beras dan tak bisa membiayai kedua kepornakannya sekolah, sampai putuslah pendidikan mereka.
            “Ivan, Hanum..mas bawa buku pelajaran nih,” walaupun Hanum dan Ivan tak sekolah, mereka tetap mempunyai kesempatan untuk mendapat sedikit pengetahuan dari buku pelajaran yang didapat sang paman dari hasil penukaran barang bekasnya. Buku bekas yang kumuh dan kotor itu masih layak terpakai. Bahasa sastra Indonesia dan PPKN-lah yang mereka dapatkan, walaupun buku itu untuk kelas 6 SD tetapi mereka tetap memahami apa yang ada dalam pengetahuan tersebut. Sesekali Ivan dan Hanum kurang paham apa maksud dari yang mereka pelajari, sang paman memberitahu apa yang ia ketahui saja. Dan mereka langsung mengerti.
“besok, kalo ada buku bekas lagi..mas bawa’in buat kalian”

Sudah lama Hanum mengharapkan jikalau sang paman membawakanya buku pendidikan agama islam atau buku buku kecil tentang kumpulan doa  sehari-hari. Walaupun mereka adalah keluarga kecil yang miskin, namun kekayaan ibadah mereka cukup tinggi. Meski mereka terkadang hanya shalat 3 waktu saja karena kerja keras dan kotor menghalangi, doa doa mereka untuk orang tua tak luput di ucapkan sehabis setiap shalat. Shalat 3 waktu pun bukan berarti mereka malas, ini karena faktor tempat, waktu, dan kondisi kebersihan mereka yang tak mungkin dianggapnya sah dalam shalat. Bahkan Ivan sendiri mempunyai mimpi dapat bersekolah di sebuah pendidikan SDI (sekolah dasar Islam) yang sering ia lihat. Banyaknya para santri berseragam putih dan celana hijau bersorak sorai seperti-sekolah SD pada umumnya. Ivan hanya menatap sedih dibalik pagar, penuh harap agar ia bisa bergabung dengan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar