"HARAPAN KELABU"
story by : Al fathurridwan
Ini adalah kisah yang saya
rangkum dari mirisnya keluarga miskin di sudut kota Jakarta; Seorang kakak
beradik bernama Hanum dan adiknya Ivan sudah lebih dari 3 tahun menjadi seorang
pemulung. Mereka memungut sampah sampah jalan yang berserakan bahkan sesekali
masuk dalam selokan besar yang ada disana, bau yang tak sedap serta tubuh yang
terasa gatal sudah menjadi teman karib mereka.
“mba, hari ini kita makan apa?”
sering kali bahkan setiap jam Ivan menanyakan kepada kakaknya; makan apa mereka
hari ini?, atau tak makan sama sekali dalam sehari?. Sang kakak selalu
menasihati adiknya yang putus sekolah sejak kelas 2 SD, ia sendiri putus
sekolah sejak kelas 3 SD
“kita kerja dulu sampai dapat
uang, biar kita bisa beli roti sama gorengan”. Roti dan gorengan adalah ke2
makanan mereka setiap istirahat sehabis memulung, itupun bila mereka sudah
mendapat penghasilan dari hasil pulungan. Mungkin jika tidak, mereka terpaksa
mengemis. Rumah perpaduan antara kardus, asbes, dan kayu sudah bertahun tahun
menjadi istana mewah yang paling nyaman bagi mereka. Alat alat perabotan juga
seadanya; 3 buah gelas dan piring pelastik, itupun hasil penemuan mereka di
suatu tempat pembuangan sampah.
Kebanyakan pengemis adalah sebatang
kara, begitu pun mereka yang sudah lama di tinggal mati orang tuanya saat Ivan
masih sangat bayi.
Hanum dan sang Paman-lah yang
mengurus Ivan hingga sebesar itu, pamannya yang juga seorang tukang barang
bekas hanya berpenghasilan 7 ribu rupiah perharinya, itu hanya untuk membeli
beras dan tak bisa membiayai kedua kepornakannya sekolah, sampai putuslah
pendidikan mereka.
“Ivan, Hanum..mas bawa buku
pelajaran nih,” walaupun Hanum dan Ivan tak sekolah, mereka tetap mempunyai
kesempatan untuk mendapat sedikit pengetahuan dari buku pelajaran yang didapat
sang paman dari hasil penukaran barang bekasnya. Buku bekas yang kumuh dan
kotor itu masih layak terpakai. Bahasa sastra Indonesia dan PPKN-lah yang
mereka dapatkan, walaupun buku itu untuk kelas 6 SD tetapi mereka tetap
memahami apa yang ada dalam pengetahuan tersebut. Sesekali Ivan dan Hanum
kurang paham apa maksud dari yang mereka pelajari, sang paman memberitahu apa
yang ia ketahui saja. Dan mereka langsung mengerti.
“besok, kalo ada buku bekas
lagi..mas bawa’in buat kalian”
Sudah lama Hanum mengharapkan
jikalau sang paman membawakanya buku pendidikan agama islam atau buku buku
kecil tentang kumpulan doa sehari-hari.
Walaupun mereka adalah keluarga kecil yang miskin, namun kekayaan ibadah mereka
cukup tinggi. Meski mereka terkadang hanya shalat 3 waktu saja karena kerja
keras dan kotor menghalangi, doa doa mereka untuk orang tua tak luput di
ucapkan sehabis setiap shalat. Shalat 3 waktu pun bukan berarti mereka malas,
ini karena faktor tempat, waktu, dan kondisi kebersihan mereka yang tak mungkin
dianggapnya sah dalam shalat. Bahkan Ivan sendiri mempunyai mimpi dapat
bersekolah di sebuah pendidikan SDI (sekolah dasar Islam) yang sering ia lihat.
Banyaknya para santri berseragam putih dan celana hijau bersorak sorai
seperti-sekolah SD pada umumnya. Ivan hanya menatap sedih dibalik pagar, penuh
harap agar ia bisa bergabung dengan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar